POTENSI YANG TERSIA-SIAKAN
Hallo, salam super (tabik Pak Mario … ! )
TV kembali membuka layar dengan menampilkan salah seorang sahabat baik saya, teman berdiskusi dari topik A sampai Z, yang juga sering memberikan komentar pedas cerdas untuk posting-posting saya. Karena dia belum berminat dan belum sempat membikin blog (maklum, sibuknya ampun-ampunan), pastinya banyak di antara teman-teman yang belum mengenal sahabat saya ini. Oleh sebab itu, saya akan perkenalkan terlebih dahulu apa dan siapa dia. Boleh kan? Boleh dong, blog blog saya juga … yeeeiy !
Pak Eko adalah … (waduh, mulai dari mana ya?) …. oke : kakek dari limabelas cucu. Eit, maap … baru tiga ding. Lah, kok status sebagai kakek yang pertama disebut? Iyaoo … karena status inilah yang paling dia banggakan. Itulah sebabnya foto-foto yang dipajang di FBnya pun foto-foto bersama cucu. Biar nggak ada yang naksir, katanya. Ealaaah …. it sounds little bit ge-er, isnât it? Hihi … Lagipula, kalau memang ada yang mau nekad, biar sudah punya cucu segerobak juga kagak ngaruh euy …
Kakek momong cucu atau cucu momong kakek nih?
Selain momong cucu, aktivitas lain Pak Eko yang gak begitu penting (tapi bikin pening dan pontang-panting sampe kurus kering) adalah menyusun disertasi untuk meraih gelar doktor ilmu ekonomi di FE UI, dan insya’allah sebentar lagi bakal kelar. Pak Eko adalah staf pengajar di FE UII Yogyakarta (catat : yang ini I-nya dua), satu kampus dengan saya. Ajaibnya, kami belum pernah bertemu muka, meskipun satu kampus dan jarak rumah kami hanya 15 menit dengan mobil. Heran gak sih? Gak? Yo wis …
Oke, teman-teman, mari kita simak apa kata sahabat saya ini.
KEMANAKAH PARA WANITA ITU?
Oleh : Eko Atmadji
Saya sudah mengajar selama 19 tahun. Saya amati, banyak di antara mahasiswa saya yang pintar-pintar adalah wanita. Malah kebanyakan dari top five adalah mereka, para ibu dan calon ibu. Menurut perhitungan kasar saya, sekitar 70% dari berlian-berlian itu adalah kaum hawa. Begitu juga ketika saya sekolah dan kuliah, kebanyakan yang menjadi juara kelas ataupun murid teladan adalah teman wanita. Teman-teman kuliah saya yang terpandai pun kebanyakan wanita. Kesimpulan prematur saya adalah, manusia cerdas Indonesia kebanyakan adalah wanita.
(Ehm …. maaf interupsi Pak, panjenengan bukan sekolah ato kuliah di sekolah khusus putri kan? Hihihi … Â *sembunyi di balik meja* -tuti-)
Najwa Shihab, Sri Mulyani, Marrisa Haque, beberapa dari wanita-wanita cantik dan cerdas yang sukses meraih posisi tinggi di tengah masyarakat
Sekarang coba kita tengok di lapangan kerja. Berapa banyakkah wanita yang menduduki posisi puncak perusahaan? Berapa banyakkah wanita yang berada di middle management? Atau jika di pemerintahan, berapa banyak wanita yang menduduki jabatan eselon? Atau berapa banyak wanita yang memegang jabatan strategis di kantor-kantor pemerintahan? Saya belum pernah melihat data sesungguhnya, tetapi saya amati berdasarkan sampel yang sangat kecil dibanding populasi seluruh Indonesia, prosentase laki-laki yang memegang jabatan strategis di perusahaan ataupun di pemerintahan tampaknya lebih besar.
(Yaaah …. kan masih banyak pria yang tidak mengijinkan istrinya kerja, Pak. Perempuan itu tempatnya di rumah, momong anak, masak, nyuciin baju bapaknya anak-anak, bersih-bersih rumah sampek tangan bengkak, gitu katanyaaaa … hiks! â"tuti-)
Berkaitan dengan itu, kita melihat bahwa good governance di perusahaan swasta, BUMN, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, ataupun di lembaga-lembaga lainnya tidak diterapkan dengan baik. Sangat sedikit di antara mereka yang memiliki good governance. Akibat dari lemahnya penerapan good governance menyebabkan mekanisme transmisi kebijakan publik ataupun kebijakan perusahaan menjadi terhambat. Apalagi dengan penerapan kebijakan publik yang sering mental di tingkat atas, menengah, dan bawah, mengakibatkan kebijakan pemerintah sering mandul.
(Owgh … kebijakan bisa mandul juga ya? Perlu dibawa ke klinik pasutri âkali. Kan sekarang sudah ada teknologi maju seperti bayi tabung dan kloning … *gaknyambung.com* -tuti-)
Pertanyaan bodoh saya adalah, apakah ketidakefektivan kebijakan publik ataupun ketidaktepatan kebijakan publik karena sumber daya manusianya yang lemah? Jika memang sumber daya manusia yang lemah apakah memang Indonesia kekurangan orang pandai? Apakah lemahnya SDM kita karena penempatan yang tidak benar? Jika kesimpulan prematur saya di atas benar, sebetulnya kita tidak kekurangan manusia pandai. Negasinya adalah, karena orang yang pandai-pandai kebanyakan wanita maka seharusnya sebagian besar pejabat kita adalah wanita (tentunya yang pandai-pandai). Dengan demikian kebijakan publik ataupun perusahaan bisa berjalan efektif dan benar arahnya. Jika hal ini terjadi, perekonomian kita juga tidak akan seterpuruk saat ini. Mestinya kita bisa menjadi lebih sejahtera. Kenyataannya, yang memegang posisi strategis saat ini kebanyakan adalah pria. Apakah memang tak ada pilihan lain kecuali para pria ini? Kalau demikian kemanakah para wanita yang pandai-pandai itu?
(Iniiii … disinilah para wanita pandai itu berada, Pak. Di blog ini. Bukan pemiliknya lho, tapi sahabat-sahabat pemiliknya, dan para pembaca yang berkunjung ke TV …. Â
 -tuti-)
0 Komentar Untuk "Kemanakah Para Wanita itu? « Tuti Nonka's Veranda"
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon